Selasa, 24 Januari 2012

E-Book 1 : Cerita Kita


Judul: Cerita Kita - Sepotong Kisah tentang Kita
Penulis: Siska Ferdiani
Penyunting: Tim Pustaka Hanan
Penerbit Digital: Pustaka Hanan
Tebal: 44 Halaman
E-Book ini adalah kerjasama Perpustakaan Online dengan komunitas menulis PNBB


Semua orang terdekat kita bisa menjadi inspirasi dalam menulis, seperti pasangan kita, misalnya. Pasangan tercinta seperti suami atau istri adalah sumber inspirasi yang paling besar. Banyak peristiwa yang terjadi akhirnya menjadi tonggak dalam kehidupan berumah-tangga. Seperti saat kita baru menikah, saat pertama kali membeli rumah, atau saat terjadi pertengkaran-pertengkaran kecil, yang kalau dipikir-pikir sebenarnya lucu juga dan tidak perlu terjadi. Semuanya itu adalah peristiwa yang menguatkan ikatan kita dengan pasangan.

Banyak kisah kehidupan kita yang begitu berharga dan terserak di banyak tempat. Sayang sekali jika hanya tinggal di dalam ingatan saja dan menjadi kenangan. Karenanya, e-book "Cerita Kita" hadir untuk kembali menyegarkan perasaan cinta kepada pasangan kita. E-book yang ditulis oleh Siska Ferdiani ini, seorang penulis yang aktif di komunitas menulis PNBB - Proyek Nulis Buku Bareng, ditulis dengan bahasa yang mengalir, ringan, namun tetap asyik.

Beberapa kisahnya mungkin juga pernah terjadi pada Anda. Atau kalaupun tidak, cepat atau lambat mungkin akan Anda alami. Atau kalaupun tidak Anda alami, biarlah cerita ini menjadi pengalaman berharga bagi Anda. Siapa tahu kelak, orang-orang dekat di sekitar Anda ada yang membutuhkannya. Kisah ini adalah kisah tentang kita.

Silakan download di sini http://pustaka-ebook.com/pnbb-e-book-2-cerita-kita-sepotong-kisah-tentang-kita/
— bersama Siska Ferdiani.

Minggu, 08 Januari 2012

KAISAR, TANGGA DAN KOLAM

Sore itu cuaca sangat bersahabat dan hatipun cukup lapang untuk sekedar jalan-jalan dengan Kaisar, putra kami tercinta. Setelah puter-puter kesana kemari, suami membelokkan kendaraannya ke sebuah taman di daerah Cipayung, taman Indraloka namanya. Awalnya Kaisar tak begitu antusias dengan perjalanan kami, dia terlihat cukup anteng, bener-bener manis kelakuannya, tetapi ternyata itu tak berlangsung lama. Sejak melewati pintu gerbang, Kaisar mulai angot, berontak dari gendongan, minta turun dan jalan sendiri. Tau kah apa yang membuatnya jadi on seperti itu? Tangga, ya, tangga kawan. Kaisar amat sangat menggilai tangga. Tak pernah bosan dan tak kenal lelah, naik turun berkali-kali, tak perduli pinggang emak n bapaknya ampir patah karena Kaisar turut menyeret kami menikmati ‘hoby’nya ini :D.

Setelah berhasil membopong Kaisar dan menjauhinya dari tangga, kami menghela nafas sesaat dan mengatur strategi agar tak melewati tangga itu lagi. Tapi helaan nafas lega itu benar-benar hanya sesaat, karena tiba-tiba Kaisar kembali menggelinjang, dengan sekuat tenaga ingin melepaskan diri, lalu lari menyosong sesuatu di depannya. Copot jantungku, juling mataku, keluar lidahku –lebay :P- melihat Kaisar tanpa pikir panjang hampir nyemplung kolam ikan yang cukup dalam. Ampuuuuunn … untung ayahnya lari terkepot-kepot mengejar dan menangkap tubuhnya tepat waktu. Alhamdulillah Kaisar selamet, tapi sebagai gantinya kolam itu meminta korban sebelah sepatunya Kaisar. Di sisa perjalanan selanjutnya, Kaisar berkelakuan seperti ikan lele kekurangan air, mengelepar-gelepar setiap melihat kolam atau air terjun yang banyak bertebaran di sana.

Rupanya bukan ikannya yang membuatnya tertarik, tapi kubangan airnya yang membuatnya nafsu. Karena aksi selanjutnya semakin bertambah gawat, Kaisar nekat memanjat batu-batuan yang memagari air terjun buatan. Aku sampe keluar keringet dingin sangking stresnya mencoba melunakkan kerasnya kemauan Kaisar. Jalan-jalan sore yang semula damai kini jadi ramai, Kaisar bener-bener tak mudah dipalingkan dari tangga dan kolam. Setelah jalan memutar menghindari spot-spot danger, akhirnya kami melihat pintu gerbang keluar, hanya saja sayang sekali, untuk mencapai gerbang itu sekali lagi kami harus melewati kolam air, dan tak tanggung-tanggung ini adalah raja di rajanya kolam air di taman itu, benar-benar besar dengan patung-patung di atasnya, Kaisar mulai kalap. Tapi kali ini kami melepasnya dengan suka hati, kami biarkan dia menyongsong kolam air itu. Kaisar muter-muter berusaha mencari jalan menuju kolam itu, sementara kami hanya mengamati dari jauh sambil ketawa terpingkal-pingkal melihat aksinya kali ini. Dijamin deh, sampai gempor pun Kaisar ndak bakalan nemu jalan masuk ke kolam itu, wong kolamnya di kelilingi pagar tanaman setinggi badannya Kaisar :D. Setelah kesekian kalinya muter, Kaisar mulai terlihat frustasi lalu mencoba menguak kelebatan pagar tanaman itu, tapi tak berhasil. Kaisarpun menyerah dan menghampiri kami.

Tangga udah ga ada, kolam udah ga keliatan, tapi kini perhatian Kaisar teralih kekandang hewan, ada rusa dan ayam. Kaisar kembali tak dapat dikendalikan, sepatunya yang terhitung masih baru itu sukses menginjak-nginjak tembelek ayam, cukup sudah, kaisaaaaaarrrrr … ayo puuullllaaaaaaaaaaaaaannnnngggg … dan sebagai pengobat ketegangan sarap gara-gara aksi Kaisar hari ini, bunda menuntut traktiran dari ayah, makan lele di pecel lele lela. Ehhh … ga tau, di sana Kaisar bikin onar lagi. Huuufffftt …

SATE MARANGGI

Siang itu, tepat saat adzan zhuhur berkumandan, bersamaan dengan matangnya balado ati ampla di wajan, serta berbarengan dengan suara perutku yang berteriak kelaparan, dering telepon berbunyi,

“Cha, papa ngajakin makan siang di luar, sekarang. Udah ditungguin.” Suamiku berseru dari ruangan tengah. Alhamdulillah papa mertua ngajakin keluar, makan diluar is mean jalan-jalan. I love walking-walking :D. Maka segera kutuntaskan masakanku, mandi, sholat dan berkemas. Masakanku bisa menunggu sampai malam atau besok pagi, tinggal diangetin lagi, tapi kesempatan makan-makan n jalan-jalan jarang terjadi, so harus disambut dengan suka hati :D.

Singkat cerita, kami berenam –kedua mertua, seorang ade ipar, suami, aku dan kaisar anakku- sudah duduk rapi di mobil, rupanya Papa mertua berniat mengajak kami mencicipi sate maranggi di Cipanas. Apa itu sate maranggi? Aku tak tau pasti, namanya saja baru ku kenal kali ini, belum juga pernah melihat iklannya di tivi, yang jelas ini makanan khas bangsa ini, bukan dari luar negeri :D.

Sampai di Ciawi, macet menjebak kami, padahal kami berharap segera menyantap sate maranggi untuk menyudahi lapar ini. Untungnya di sepanjang jalan ciawi itu banyak penjaja makanan. Maka 3 bungkus tahu sumedang, gemblong dan kripik singkong ludes tak bersisa. Tapi apakah itu cukup? No, namanya juga orang Indonesia, belum kenyang kalo belum kena nasi :D.

Satu hal yang kupelajari dari setiap perjalanan dengan keluarga mertuaku ini, hati tak boleh rusuh, tinggalkan semua beban pekerjaan n penderitaan lainnya di rumah, di sini semuanya harus ceria dan sebisa mungkin menikmati kondisi yang ada. Seperti saat itu, dengan tangki –baca lambung- masih miring, diperparah dengan macet berjam-jam (kebetulan hari itu tgl 2 Jan 2012 :D), maka untuk menghibur diri, kami sibuk mengabsen rumah makan di sepanjang jalan dan membaca keras-keras menu makanannya sambil berkomentar sana sini. Sebetulnya itu sedikit menyindir Papa supaya menepi dan mengizinkan kami isi tangki, tapi sayang sindiran tak mempan, papa tetep lurus hati dengan tujuan semula, sambil ikut-ikutan menceritakan betapa lezatnya sate maranggi itu, bentuknya yang besar-besar, rasanya yang manis gurih dll, membuat perut semakin keroncongan tetapi hati semakin penasaran, sungguh-sungguh situasi yang dilematis :D.

Singkat cerita, sampailah kami di tempat makan yang dimaksud. Semua orang di mobil –kecuali papa tentunya- melongo melihat tempat itu. Kami pikir akan makan di resto yang nyaman dengan pemandangan pegunungan. Ternyata papa menggiring kami jauh-jauh ke Cipanas dengan menempuh perjalanan 4 jam lebih plus membawa penderitaan kelaparan akut, untuk makan di warung tenda biru yang berdiri di trotoar jalan dengan pemandangan jalan raya puncak-cipanas yang rame pisan :D

Tahukah apa itu sate maranggi kawan? Itu sejenis sate-satean, hanya saja bukan kambing, ayam atau kelinci yang jadi korban, melainkan sapi. Jadi sate maranggi itu sate sapi, entah kenapa di namakan maranggi, papa pun tak tahu asal usulnya. Yang jelas, aku tak dapat menikmatinya, karena teksturnya tak dapat berkompromi dengan gigiku yang goyang. Di perjalanan pulang, semua sibuk berkomentar tentang sate itu, dan merencanakan jumlah yang pas yang seharusnya dipesan untuk memuaskan selera masing-masing, agaknya semuanya bisa menikmati sate itu kecuali aku, buktinya semuanya kompak akan puas dengan 10 tusuk, sedangkan aku bilang cukup 5 tusuk saja sambil berdoa semoga gigiku baik-baik saja :D

Fashion Up2date

@Kamar Biru

“Sayang, sini deh. Lihat baju ini cantik ya.”

“Iya mas, cantik.”

“Mas udah pesen itu buat kita, model cowonya kaya gini. Dan ini motif kainnya”

“Pesen? Kapan mesennya? Sama siapa? Berapa duit?”

“Ada deeehh … mauu tauuu ajaaa …”

“Kapan barangnya dikirim?”

“Hmmm … kira-kira seminggu lagi lah.”

“Seminggu lagi? Kok lama bangeeett?”

“Sayang, ini handmade, bukan barang pabrikan. Dia ngerjain barang pesenan mas, kami design ber sama-sama.”

“Design sama-sama? Nanti kalo designnya aku ga suka gimana? Kalo aku jadi keliatan ndut gimana? Kamu tau ukuranku dari mana? Kan itu harus diukur ini itunya maass …”

“Pssstttss … suamimu ga bego-bego amat kale, beres semuaaa …”

“Tapi mas, kamu dapat duit dari mana buat bayarnya???”

“Aduuuuhhh … nyesel dah bilangnya, udaahh kamu terima beres semua deh. InsyaAllah duitnya halal deeehh …”

“Kenapa kamu musti beli sama designer segala sih?”

“Sayang, kamu merasa diri kamu cantik ga?”

“Hmmm … iya, aku cantik!”

“Bagus, inner beauty memang penting, tapi penampilan yang bagus juga penting buat memancarkan inner beauty kamu.”

“Maksudmu”

“Kamu cantik, tapi sayang, penampilanmu tak mendukung. Dandanan kamu sangat konservatif, pemilihan warnanya mati, dan penampilan seperti itu terkesan kamu lebih tua dari usiamu, macam ibu-ibu pengajian gitulah.”

“Loh aku emang udah jadi ibu, dan aku ngaji kan.”

“Tapi sayang, coba liat aku dong, penampilanku keliatan lebih mudakan, kalo kita jalan, seakan-akan aku ni berondong yang lagi kencan sama tante-tante.”

“Emangnya penampilan seperti apa sih yang kamu suka?”

“Ya, main di warna-warna pastellah. Kulitmu terang, jangan pake warna-warna mati, jadinya ga bersinar. Jangan melulu pake bawahan hitam, sekali-kali matchingin sama atasanmu dong. ”

“Aku pake bawahan hitam karena itu bisa dipadupadankan dengan warna atasan apapun. Simple ajakan. Yang penting atasannya warna warni.”

“Nih, ada info dari kawanku. Katanya ada sebuah toko fashion moslem di PIM (Pondok Indah Mall). Kapan-kapan kita harus kesana.”

“Ndak ah, pasti harganya mahal-mahal”

“Iya sih, katanya gamis biasa harganya 300rb, stelan atas bawah min 500rb-an, kerudung 200rb-an”

“Whaaaatt … no way. Baju harga segitu mo dipake kemana? Kalo cuman buat jalan-jalan ke mall aja mah kemahalan. Mending buat bayar cicilan BTN dah.”

“Ah, sayang mah ga mau nyenengin suaminya. Disana tuh yang belanja banyak artis. Kamu harus tau fashion yang up2date.”

“Hmmm … ga ah. Kalo mau belanja, ga perlu ke PIM, ke mall deket-deket sini aja.”

“Perlu ke PIM sayang, buat cari tau model-model yang up2datenya. Aku suka yang model kasual”

“Ga mau. Emang dikira mall-mall di sini ga jual baju-baju up2date apa. Lagian aku bingung deh, aku sih merasa gayaku udah kasual banget. Pake atasan kaos, bergo kaos, bawahannya celana kulot, pake sepatu sandal, mananya sih yang kurang kasual. Bukannya gaya kasual itu gaya santai ya, aku merasa santai dengan pakaianku dan aku suka dengan gayaku.”

“Tapi kamu keliatan kaya ibu-ibu pake pakaian itu, tandanya kamu ga cocok walaupun itu nyaman buatmu. Gayamu juga membosankan, modelnya begitu-begitu aja. Kamu pikirin aku dooongg, aku pengen gandeng cewe cantik bukan buntelan kentut.”

“Whaaattt??? Kamu ngatain aku apa mas??? Asal kamu tau ya, aku pake celana juga untuk kamu, karena kamu ga suka aku pake gamis atau rok kan? Kalau kamu bosan dengan celana hitamku, oke aku akan beli celana yang warna warni. Tapi kan aku mikirin banyak hal mas, belum bayar ini, bayar itu, ya daripada beli celana baru kan mending ngelunasin tagihan. Kamu mana pernah mau tau kan soal itu. Dari awal kan kamu tau, aku ini bukan cewe fashionable. Kenapa kamu baru complain sekarang sih???”

Aku lari keluar kamar. Esmosi menguasaiku. Ku pandangi pantulan tubuhku pada kaca lemari. Beberapa bulan yang lalu dia complain soal bobot tubuhku, mati-matian aku nurunin bobot ini. Sekarang dia complain lagi soal penampilanku, haloooo … kemana sih larinya laki-laki yang bersedia menerimaku apa adanya? Air mata mulai meleleh, seketika itu juga bayangan bertahun-tahun yang lalu kembali berputar ….

Syarrah kecil, tinggal bersama ayah yang pegawai swasta rendahan, ibu yang full time mother dan 3 orang adik yang kecil-kecil. Ibu berusaha memenuhi seluruh kebutuhan keluarga dengan gaji ayah yang tak besar. Dan prioritas utama adalah untuk makan dan pendidikan syarrah kecil beserta adik-adiknya. Tak ada budget untuk membeli pakaian baru setiap bulan. Belanja keperluan sandang ya cuma setahun sekali, saat lebaran akan datang. Syarrah yang prihatin sejak kecil tahu diri, tak pernah menuntut apa-apa, bahkan saat teman-temannya sibuk memamerkan baju-baju beserta accessories model terbaru, syarrah hanya tersenyum kecut, membayangkan akan punya baju-baju seperti itu pun tak pernah. Bisa jajan hari ini dan bayaran tak menunggak adalah sesuatu yang lebih berarti buat syarrah ketimbang baju dan accessories up2date itu.

Sampai beranjak remaja saat undangan ulang tahun semakin banyak dilayangkan kepadanya, Syarrah hanya tercenung di depan lemari bajunya, sebetulnya tak layak di sebut lemari baju. Tempat koleksi baju seragam sekolah, sepotong jins baggy yang sudah tak up2date lagi, 2 potong kemeja yang juga tak up2date dan beberapa potong baju rumah itu hanyalah rak kayu bertutup kain hordeng yang dibuat sang ayah. Syarrah harus berbagi rak kayu itu dengan ketiga adiknya. Mengingat koleksi bajunya yang benar-benar payah, Syarrah harus pasrah tinggal di rumah saja di malam minggu yang cerah itu. Mengamati langit malam yang tak berbintang, bahkan rembulanpun tak nampak. Apakah dia juga malu karena tak punya baju baru?

Kini, Syarrah kembali merasa nelangsa seperti malam itu. Hanya bedanya, bukan karena syarrah tak punya baju baru. Lemari syarrah kini tak lagi rak kayu bertutupkan kain hordeng, tapi lemari kayu 3 pintu beneran. Syarrah yang malang, ternyata walaupun koleksinya bertambah, tetapi selera fashionnya belum juga berubah. Belum juga paham tentang perkembangan model-model fashion terbaru, belum juga mengerti tentang padu padan warna dan model yang apik untuk membungkus tubuh mungilnya. Tapi tak adilkan jika semua harus menyalahkan Syarrah, dia hanya korban … korban keadaan …

***

Kegalauan itu masih menggelayuti Syarrah hingga ke kantor. Saat lunch pun tak lagi nikmat, Syarrah tak berminat mengobrol ngalor ngidul dengan para sedulurnya di kantor. Syarrah sibuk mengaduk-ngaduk nasi makan siangnya, saat percakapan rekannya sayup-sayup masuk ketelinganya …

“Waaahh … jeng eti pake baju baru nih, jadi beda deh penampilannya.”

“Eh Bu Ira, bisa aja. Ini permintaan suami bu, suamiku sukanya aku berpenampilan kaya gini, pake gamis panjang plus jilbab panjang. Sejujurnya aku sih lebih suka pake baju yang ga terlalu besar kaya gini, tapi mau gimana lagi, suami sudah bertitah, ya aku harus melaksanakan.”

“Tapi kamu keliatan lebih manis loh pake gaya begini, cocok kok buat kamu. Lagian kamu tuh musti bersyukur, lah temenku kasian deh, suaminya tuh suka dia pakai pakaian terbuka-buka gitu, padahal dia udah kepengen banget pakai jilbab, tapi suaminya belum kasih ijin.”

“Bu Eti, Bu Ira, suami-suami emang suka aneh ya maunya. Lah suamiku lebih unik lagi, dia maunya kalo pulang kerja tuh disambut sama istrinya yang udah dandan cantik, pakai baju bagus, kerudung kain, plus brosnya. Jadi aku setiap sore musti berdandan macam orang mo kondangan ajalah.”

“Hahahaaaa … emang gitu Bu Puput, ada suami-suami yang pengen disambut dengan dandanan super minim atau super menor. Hahaaa …”

“Eeehh, bahkan ada loh yang rela ngecat rambutnya jadi blondie karena permintaan suaminya.”

“Ckckck … untung suamiku orangnya ga neko-neko. Tapi kalo dipikir-pikir lagi ya, mereka itu memang layak di hibur dengan tampilan istrinya loh, wong diluar sana setiap hari mereka ketemu sama berbagai model wanita, kalau kita tak pintar-pintar bersolek sesuai seleranya, bisa-bisa suami nanti tergoda, ya korban perasaan dikit mah ga papalah, yang penting suami happy, tambah sayang ma kita, ya kan … hehehe …”

Bersamaan dengan berlangsungnya obrolan, sebuah kesadaran baru menghantam Syarrah. Ternyata dia bukanlah satu-satunya yang tak habis pikir dengan permintaan suaminya, dan bukan hanya suaminya saja yang berneko-neko ingin mendapati istrinya berdandan sesuai keinginannya. Syarrah baru mengerti, istri tidak hanya berusaha menenangkan hati, tapi juga yang menyenangkan untuk dipandang. Seulas s