Jumat, 10 Juli 2009

Si EQ

Pagi itu seperti pagi-pagi biasanya.
Bangun diwaktu yang sama dengan rutinitas yang biasa.
Tepat 06.40 biasanya aq dan suami sudah siap nangkring diatas motor smash kesayangan, yang telah menemani sepanjang 5 tahun pernikahan kami.
Motor itulah yang setia mengantarkan kami sepanjang pagi ke kantor masing-masing.
Tapi, rupanya pagi itu ada yang tidak biasa.
Sesuatu terjadi …

“Cha, mas perlu surat nikah, kartu keluarga, slip gaji terakhir, foto kopi ktp icha, sama … eng … itu … buku tabungan bank muamalat.”

“Hah??? Kapan perlunya mas?”

“Sekarang cha!”

Aq melirik jam dinding, sudah lewat 2 menit nie. Kalo sekarang ga berangkat, pastinya nyampe kantor bakalan tepat pukul 07.00. Ada peraturan terbaru, absensi tidak boleh ada lebih dari 3 kali angka 7 depannya, musti angka 6, mau itu 6.59 kek, yang penting depannya musti 6. Kalo lebih, bakal duduk dikursi panas di depan kepsek atau wakaseknya …

Aq udah pernah duduk di kursi itu untuk beberapa kasus, diantaranya kasus keterlambatan. Dan percayalah … tidak ada enak-enaknya, walaupun ruangannya ber-AC, tapi duduk di kursi itu mampu mengeluarkan panas tubuh yang diluar kewajaran serta membuat jantung berdetak lebih cepat diluar kendali.

Demi mengingat penderitaan itu, maka melototlah aq …

“Apaaaaa??? Kenapa baru sekarang bilangnya? Kenapa ga dari tadi? Kenapa ga disiapin tadi malam? Kebiasaan nih, apa-apa selalu terburu-buru. Dibilangin juga, icha paling benci … paling engga suka kalo minta apa-apa itu mendadak. Icha ga mau bongkar-bongkar laci pagi-pagi begini, udah rapi begini. Emangnya buat apa sih?? emangnya ga bisa nanti-nanti aja apa??? icha harus berangkat sekarang, kalo engga bakalan telat. Nanti sore aja icha siapin!!” Aku bernyanyi panjang lebar dengan semburan nada-nada fals 7 oktaf …

Demi mendengar nadaku yang tinggi, suamiku diam sebentar, dan dengan tenang dia berkata tegas …

“Kalo gitu, icha berangkat sendiri.”

Aku termangu masih dengan mata mendelik aq menjawab, “Icha bakalan terlambat mas kalo ga berangkat sekarang.”

“Naik ojek. Mas perlu dokumen-dokumen itu sekarang.”

Aku memandang sekali lagi pada suamiku yang berdiri 2 meter di depanku, sikapnya tak tergoyahkan, wajahnya mengeras walaupun masih terlihat tenang … dan … matanya itu yang ga tahan … seperti ada api disana … dia marah …

Apa yang terjadi selanjutnya saudara-saudara???

Apa yang akan dilakukan oleh tokoh icha ini???

Sedetik … dua detik … tiga detik … tidak ada yang bergerak … tidak ada yang bernafas …
Kami saling menahan luapan emosi …
Aq kenal sekali suamiku, tidak mungkin dia akan merubah keputusannya.

Okeh … siapa takut, aq keluar rumah … tanpa pamit … tanpa salam … tanpa cium tangan … kemudian menyetop motor yang lewat depan rumah. Motornya ga berenti, pengemudinya malah melemparkan cengar-cengir mengerikan … oalah … ta’ kirain tukang ojek, taunya bukan toh. Tampangnya dan penampilannya nyaru sih.

Setelah berhasil menyetop tukang ojek yang tepat, lalu duduk gaya menyamping gaya ibu-ibu, tangan geragepan meraba-raba pinggiran jok untuk menemukan pegangan yang mantap. Kemudian aq minta si abang tukang ojek untuk tancap gas.

Musti buru-buru, coz absensiku udah mencapai batas limit 3 kali angka 7 di depannya ituloh.
Sampai didepan pintu gerbang, rekan guru yang kebagian piket pagi terbengong-bengong melihat tampangku, wajah keruh, kening berkerut, bibir manyun, belum lagi jilbab dan baju yang sudah tak karuan akibat abang tukang ojeknya ngebut gila-gilaan tadi.

“Nih bang, ada kembaliannya kan?” Aku mengangsurkan uang 20rb untuk ongkos ojeknya. Eh … kembaliannya cuma 5rb … apa-apaan ini??

“Loh kok … 15rb bang??? Biasanya cuma 12rb. Emangnya abang pikir, saya ga pernah naik ojek apa??? Saya tau tarip ojek dari tempat saya ke sini bang. Kembaliin 3rb lagi!!” Bentakku dengan mata melotot. Demi melihat tampangku yang sepertinya siap makan orang … si abang dengan bersungut-sungut mengeluarkan 3 lembar ribuan dan menyerahkannya kepadaku.

“Galak amat sih neng … kasian banget ya suaminya, pasti makan ati diomelin mulu.” Eh … kurang ajar …
Aku sudah siap menyemburkan api … tapi si abang tukang ojek sudah sigap melarikan motornya, menyemburkan asap-asap hitam dan debu-debu intan ke arahku …
Masih melotot dan nafas yang tersenggal-senggal menahan emosi … aq memandang kepergian si abang tukang ojek dengan dongkol …

Belum berhenti sampai disitu kerusuhan pagi itu …

“Bu sis, suaminya ganti yah???” Sapa seorang rekan yang piket pagi. Aq menjawabnya tatapan sinar laserku yang mematikan. Rekanku itu langsung beringsut-ingsut menjauhi, dia tau betapa mematikannya tatapanku itu. Tapi rekan yang satunya lagi belum tau kekuatanku …

“Bu sis, kenapa suaminya dibentak-bentak gitu?? Kasian, pagi-pagi dikasih sarapan omelan …hihihi …” Eeehhh … ngajak rebut nih orang pagi-pagi … aq mengalihkan tatapan sinar laserku padanya … kemudian … krrrriiiiiingggggggggggggg
ggggg … bel masuk berbunyi dengan nyaring … menyelamatkan rekanku itu. Sedetik saja bel terlambat bunyi, sudah dapat dipastikan, dia tidak akan selamat hari itu.

Aq melangkah menuju TU dengan gontai, menuju mesin absensi amano yang selalu jujur dan tidak pernah bohong …. Ceklek … maka angka 7.01 lah yang tercetak di sana … walah … kursi panas sudah terbayang-bayang di pelupuk mata …

Aq naik ke lantai dua, tempat kelasku berada.

Dengan lemas, aq jatuhkan tubuh dan hatiku yang kacau balau ke kursiku yang empuk. Memandang anak-anak dengan tatapan kosong. Partnerku di kelas sangat mengenal tatapan itu. Maka dengan sigap dia mengambil alih tugasku hari itu, membimbing anak-anak sholat dhuha, berdo’a, mengabsen, dan memberikan tausiah pagi.

Sementara aq hanya duduk menggelosor di kursi, dengan pandangan mlompong, otak kosong dan hati gosong …

Astaghfirullah … apa yang aq lakukan pagi ini???

Kenapa baru pukul 07.00 aq sudah mengumpulkan banyak point untuk menuju ke neraka???

Slide peristiwa pagi itu kembali berputar dengan lambat …

Sikap membangkang dan kurang ajarku pada suami, dibawa ngebut sama tukang ojek, ribut soal kembalian 3 rb perak sama tukang ojek sampai pada sikap yang tidak menyenangkan kepada rekan2 yang ngajakin becanda di bawah tadi …

Astaghfirullah … untung aq selamat sampai sekolah. Coba bayangkan kalau terjadi kecelakaan tadi, dan aq meninggal sedangkan … aq meninggalkan suamiku yang sedang marah besar, tanpa salam, tanpa cium tangan dan tanpa pamit … alamat langsung dikasih tiket terusan ke neraka deh … astaghfirullah … ya Allah … apa yang sudah kulakukan???

Coba peristiwa tadi bisa direwind …

“Cha, mas perlu surat nikah, kartu keluarga, slip gaji terakhir, foto kopi ktp icha, sama … eng … itu … buku tabungan bank muamalat.”

“Iya mas … tunggu sebentar ya sayang, icha ambil dulu dillaci.” Dengan senyum paling manis, aq menyiapkan dokumen yang dibutuhkan suamiku. Ga bakalan lewat dari 3 menit kok. Kan aq punya manajemen arsip yang okeh …

Setelah itu, dengan mesra suamiku akan mengecup pipiku … seraya berkata … “Terima kasih cinta …”
“Mas, icha minta … kalau perlu sesuatu bilangnya jangan mendadak yah.“ Pintaku dengan manja, sambil mencubit gemes perutnya ...

"Iya iya ... mas tadi lupa ... maafin mas ya manis ...” Lalu kami akan saling melempar senyum ...
Kemudian naik motor dan meluncur ke kantorku dengan aman dan tenang seraya memeluk pinggang suamiku dengan nyaman. Gratis pula tanpa perlu ngeluarin duit sepeserpun … ditambah bonus point gede untuk ke surga …

Sampai di kantor tepat waktu. Bertukar senyum, salam dan mencium tangan mas tata dengan takzim. Kemudian melemparkan senyum dan sapa kepada dua rekan yang piket pagi, sambil menjawab selorohan mereka dengan ringan …

Ambooooooiiiiiiii…. Indaaaaaaahhhhh niiiiiiiaaaaaaaaannnnnn…

Kenapa aq tidak memilih bersikap seperti itu???

Kenapa aq milih melawan suamiku???

Kesambet setan apaan sih aq pagi tadi???

Oohh … aq sadar, pada setiap peristiwa pasti ada beberapa sikap yang bisa dipilih, tapi kenapa aq memilih sikap yang terburuk???

Duuuhhh … EQku jongkok banget yaaaahhhh …

Aq menyesal sekali … dengan air mata yang menggenangi pelupuk, aq meraih Hp di tas dan menekan nomor suamiku

“Halo …Assalammu’alaikum ” ah suara itu …
“Wa’alaikumsalam. Mas … maafin icha tadi. Icha menyesal sudah melawan tadi pagi. Dokumen-dokumennya sudah ketemu mas?”

Alhamdulillah, suamiku memaafkan dan ga marah lagi.

Masalah EQku yang jeblok ini memang suka bikin rusuh.
Ga hanya terjadi di rumah, tapi di kelas juga ...
Seperti pagi itu, jam pelajaran IPS.
Seharusnya anak-anak mengumpulkan tugas timeline dan mempresentasikannya.
Tapi, beberapa kelompok ada yang bandel belum selesai mengerjakannya.
Akhirnya, dengan tanpa pikir panjang bernyanyilah aq ...

“Ini hari apa??? Di kertas tugasnya tertulis ngumpulinnya hari apa??? Kenapa belum selesai???” Belum juga si anak menjawab pertanyaanku, aq sudah nyanyi lagi ...

“Ah alasan saja. Ibu sudah kasih waktu 2 minggu untuk menyelesaikan tugas itu. Tugas kelompok lagi, seharusnya lebih mudah kalau saja kalian bisa bekerja sama dengan baik. Kenapa kamu tidak datang kerja kelompok. Ingat semboyan one for all, all for one kan??? Kalau satu orang tidak bisa bekerja sama, maka akan seperti ini jadinya, tugasnya tidak selesai. Ibu kecewa dengan kalian … bla … bla … bla …” Demi melihat mereka termangu-mangu dengan pandangan innocent ... semakin nafsulah aq ...

“Kalian berarti tidak bertanggungjawab nih sama tugas kalian. Kalian sudah kelas 5 nak, sudah besar, seharusnya sudah bisa mengatur waktu dan harus lebih bertanggungjawab. Jangan kompaknya kalau lagi maen doang. Kalau tugas sudah selesai, silahkan main sepuasnya … bla … bla … bla …” hosh … hosh … hosh … ternyata ngomel itu menguras energi yah. Di antara jeda itu, aq melirik jam dinding … astaghfirullah … pantesan aq ngos-ngosan … wong sudah mengomel hampir 30 menit.

Aq melihat anak-anak … wajahnya muram dan bete semua … moodku untuk ngajar juga udah terbang …

“Baik … sekarang … kelompok yang sudah selesai silahkan mengerjakan latihan di hal sekian sampai sekian. Yang belum selesai, selesaikan tugasnya sekarang juga. Ibu mau sebelum bel, tugasnya harus ada di atas meja ibu!”

Duuhh … EQ … EQ …

Ini sih bukan lagi jongkok … tapi sudah tiarap dia … si EQ …

Hari itu kacau, pembelajaran tidak berhasil, anak-anak yang sudah mengumpulkan tugas terbengkalai karena aq sibuk mengomeli yang lain, moodku jadi jelek seharian, apalagi setelah seorang rekan guru complain …

“Bu Sis, gara-gara anak-anak dapat sarapan omelan dari ibu, di pelajaran selanjutnya, anak-anak ga bergairah belajarnya. Pada bete semua tuh. Aq aja sampe tutup kuping … pengeng ngedengerin dikau ngomel-ngomel tadi pagi …” Aq cuma bisa tersenyum kecut … tak sanggup membela diri …

Astaghfirullah … lihat … betapa banyak kerusakan yang telah di buat si EQ yang tiarap ini …

Tidak ada komentar: