Senin, 16 November 2009

Berawal Dari Rumah

Pagi hari di ruangan mungil. Perasaan tak enak menyeruak menyentil. Ku dudukkan tubuhku yang tak lagi kecil. Sambil ngeteh dan ngupil. Ku coba mencari kambing hitam untuk ku sentil.

Tersangka 1, Ruangannya terlalu sempit, bernafaspun sungguh sulit.

Tersangka 2, Lampunya terlalu redup, buat semangat pun jadi kuncup.

Tersangka 3, Internetnya lemot, mataku jadi melotot.

Tersangka 4, Jam ngajarnya dikit, bikin ku malas bangkit.

Tersangka 5, Anak-anak begitu gaduh, inginku teriaki bagai musuh.


Aaaahhh … bukan mereka kok yang salah …Lantas siapaaah???


Tok tok tok ... pintu coklat itu ada yang mengetuk. Ku bangkit dengan tiba-tiba, kaget dan terduduk. Menyambut tamu tak diundang dengan tampang tertekuk. Dengan gigi bergemeletuk, ku buka pintu yang diketuk. Coba aja kalo si tamu berani bawa kabar buruk. Berarti dia ga takut aku kutuk

Tibalah waktu mengajar. Dengan suara serak dan samar. Ku beri penjelasan dan instruksi ala kadar. Berharap anak-anak tenang belajar. Jangan sampe keluar sikapku yang bar-bar. Maafkan nak, Ibu sedang tak sabar.

Nnniiiiiiiiiiiiiiittttt ... Bel pulang berbunyi. Ku bergegas berberes rapi. Ingin segera terbang dari sini. O ow … Di mana kusimpan sayapku tadi???

Kreeeekkk ... pintu jati rumahpun terbuka lebar. Sepatu, tas dan segala yang menempel ku lempar. Di atas kapet tebal tubuhku menggelepar. Tivi menyala mengabarkan berita sensasional yang bikin gempar. Aaaaahhh rupanya si buaya itu ingin ku tampar dan ku cakar hingga memar. Tapi bukan mereka juga yang membuat emosiku terbakar ...

Masih mencari biang kerok …

Mataku menatap nyalang ke arah laba-laba yang asik berayun-ayun di awang-awang. Kenapa harus disitu laba-laba bersarang? Aaaahhh ... rumahku jadi seperti rumah hantu gentayang. Biang kerok 1 >> Sarang laba-laba

Pandanganku kembali menemukan suatu keganjilan. Onggokan baju-baju bersih yang belum tersentuh setrikaan. Terbayang si mas yang pagi ini berangkat ngantor bukan dengan seragam kebanggaan, gara-gara si istri begitu malas melicinkan pakaian. Biang kerok 2 >> Setrikaan

Haaatttcciiihhh ... kok tiba-tiba bersin? Berarti ada sumber kuman yang belum dibersiin. Karpet, rak buku, rak tivi, meja berlumuran debu yang tak bisa hilang hanya dengan dikedipin. Biang kerok 3 >> debu

Daku tiba-tiba ingin beranjak, kakiku membawa ke suatu tempat, di situ ... di pojok situ ada gunungan pakaian kotor yang hampir meledak, waahh gawat. Teringat cerita si mas saat diledekin kawan dan lawan gara-gara pakai kostum basket saat berlagak di arena futsal, untung dia cuek aja, pura-pura tegar dan kuat. Duuuuhh ... dasar istri kuwalat. Biang kerok 4 >> Cucian

Kriuukk ... kriuukk ... cacing di perut menari-nari. Lirik sana sini mencari nasi. Oh lala, tak ada apapun tuk ku suapi. Melintas wajah kecut si Mas tadi pagi, berangkat kerja dengan perut belum di isi, untung ku kasih bekel senyum manis dan kecupan hangat tanpa basa basi. Biang kerok 4 >> Blom masak

Masih termangu di dapur, terulang kembali rekaman cerita dari rekanku siang tadi. Seorang ibu dengan tujuh anak plus beban kandungan anak ke delapan. Si ayah seorang da'i plus bisnisman yang sukses dan sering keluar kota, si ibu pun ga mau kalah buka usaha butik sendiri. Rumahnya mewah dan besar berlantai 3. Tapi ada keganjilan dari keluarga itu, si ayah sibuk ga sempet merhatiin anak, si ibu pun demikian. Maka anak-anak mereka di titipkan satu persatu ke pesantren. Rumah besar itu pun hampa dan terlihat tak terawat. Beberapa anaknya bermasalah di sekolah, karena kurang perhatian dari orang tua.

Apakah itu gambaranku kelak? Sibuk melebarkan sayap di luar, sedangkan urusan rumah tangga dan keluarga terbengkalai? Oh no ... itu ga boleh terjadi padaku. Semuanya berawal dari rumah, kalo urusan rumah dah beres dan kebutuhan suami terpenuhi, baru deh berani mengepakkan sayap ke luar. Lihat aja hari itu, kegelisahan itu jadi tanda "there is something wrong at home" ...

So ...

Ibu ... yuk kembali ke rumah ...

Tidak ada komentar: